SAGITARIUS
Bintang berkedip, menunjukkan rayuannya yang paling mujarap untuk memikatmu. Membuatmu terkagum-kagum memandangnya. Kau sering menunjukkanku dimana rasi Orion, dimana Andromeda, dimana Antlia. Namun yang mengejutkan, kau sering memamerkan kepadaku letak rasi Sagitarius yang letaknya dekat dengan rasi Skutum dan rasi Serpens. "Aku suka sekali dengan Sagitarius, anggun dan memancarkan keabadian" dirimu selalu mengagungkan rasi bintang itu, kadang itu membuatku iri.
"Aku kagum padamu, kau begitu lihai menunjukkan dimana letak rasi bintang" seruku setiap kali kau menunjukkan rasi-rasi bintang baru kepadaku. Dan senyum manismu menghiasi setelah mendengar pujian itu, seolah-olah ada daya untuk menarik kedua sudut bibirmu.
Malam yang cerah adalah momen yang menyenangkan bagiku, tapi lebih menyenangkan lagi bagimu. Aku begitu senang karena bisa berduaan denganmu dengan memakan kacang rebus hingga mulutku benar-benar pegal. Namun kau mnjadi sangat aktif ketika malam tiba, kau menjadi penari alam yang seolah-olah dengan sihirmu bintang-bintang menjadi semakin dekat. Namun diantara cerahnya bintang-bintang itu senyummulah yang paling terang.
Aku terpana ketika kau mengatakan bahwa aku mirip dengan rasi Pegasus. "Kenapa tidak Hercules?" tanyaku penuh selidik, karena selama ini aku salah mengartikannya. Ketika dia menunjuk kearah rasi Hercules, dia pasti terssenyum manis kepadaku. "Karena Pegasus lebih hebat daripada Hercules" jawabnya penuh dengan kekaguman tanpa memalingkan wajahnya hanya demi memandangi Pegasus yang gemilang.
"Rudi, kau tahu, bahwa aku ingin sekali menuju kearah sana" serumu kemudian sambil menunjuk kearah sudut angkasa yang belum pernah kau perkenalkan kepadaku.
"Sudut sana?" tanyaku heran. "Kenapa?" tambahku karena aku semakin bingung. Lama kau tak menajawab, kau hanya diam dan memandangi sudut angkasa itu, lalu engkau tertawa pelan sehingga terlihat gigi-gigi putihmu.
"Phoenix, itulah tujuanku sebetulnya. Karena didalam sana terdapat penuh dengan api asmara yang membara abadi" jawabmu dengan mata menerawang jauh menyelami rasi Phoenix itu. "Oh, baru kali ini kulihat matamu penuh keyakinan dan harapan" batinku penuh dengan kekaguman akan mata yang membara itu.
"Tapi, kenapa kau selalu memandang Sagitarius dan Pegasus?" tanyaku penuh selidik, aku hanya ingin tahu maksud dari semua matamu.
"Sagitarius bisa mentransferku menuju Pegasus dengan mudah, sementara Pegasus mempunyai panah yang bisa dengan mudah meloncatkan aku kepada Phoenix" engkau menjawabnya bangga dengan spekulasi yang kau anggap brilian selama ini.
"Kau yakin dengan spekulasimu?" tanyaku sedikit meragukan.
"Kenapa tidak, aku sudah menghabiskan semua waktuku untuk menempuh studi Astrologi dan setiap malam kuhabiskan waktu untuk mengamati rasi, apakah tidak cukup untuk bisa menyatu dengan semesta" dirimu memberikan argumen yang kuat untuk menyanggah ketidak yakinanku. Satu jurus pamungkas yang aku yakini bisa membuatmu luluh, yaitu senyumku yang khas ditambah dengan lesung pipi yang sering membuat dirimu terlena.
Setiap malam aku semakin sering mendengar nama-nama rasi yang semakin aneh saja. "Menurutmu, ada berapa rasi bintang dijagat ini?" tanyaku suatu saat ketika kau menjelaskan dengan detil rasi Carina.
"Entahlah, setiap saat ilmuan menambahkan jumlah rasi bintang, bahkan ada kemungkinan satu rasi dikasih dua nama" engkau menjawab enteng tanpa memedulikan pelecehan martabat ilmuan yang seharusnya diteladaninya.
Detik-detik masa kuliahmu semakin sempit, maka aku harus merelakan waktu makan kacangku dan waktumu untuk memandangi bintang-bintang penuh hasrat. Kau mulai sibuk membawa peta rasi bintang, setiap saat, bahkan ketika kau sedang mengunjungiku untuk sekedar meminta tolong kepadaku untuk membelikan gula.
Aku maklum, meski kadang aku kesepian dengan celotehanmu mengenai rasi bintang. Meski aku kadang tak terlalu memahaminya, karena dibalik semua itu aku sebenarnya sibuk memikirkan bentuk gaya bahasa yang sring diucapkan oleh romeo kepada juliet dalam roman percintaan ciptaan Shakespeare yang penuh dengan nilai satra klasik.
BERSAMBUNG
09 April 2010.
dimuat dalam horison kaki langit edisi november 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar